JAKARTA – Penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE) merupakan solusi untuk menjamin identitas dan integritas dokumen elektronik dalam sistem transaksi elektronik. Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, menyatakan bahwa meski TTE terjamin, tidak semua TTE memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
“Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), ada 6 syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memberikan jaminan identitas penandatanganan, integritas dokumen yang ditandatangani, dan faktor yang kita sebut sebagai faktor nirsangkal,” tuturnya dalam VIDA Executive Summit 2024 di Jakarta Selatan, Selasa (03/09/2024).
Faktor nirsangkal mencakup data pembuatan tanda tangan elektronik yang hanya dapat diakses oleh penanda tangan itu sendiri. Selain itu, data tersebut hanya berada dalam kuasa penanda tangan saat proses penandatanganan. Semua perubahan terhadap tanda tangan elektronik setelah waktu penandatanganan harus dapat terdeteksi, begitu juga perubahan pada informasi elektronik yang terkait dengan tanda tangan tersebut.
Syarat lainnya mencakup cara tertentu untuk mengidentifikasi penanda tangan dan cara menunjukkan bahwa penanda tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik dalam sistem elektronik.
Menurut Wamen Nezar Patria, jaminan ini memberikan kepercayaan terhadap dokumen dan transaksi yang dilakukan secara elektronik serta memastikan keabsahan individu atau pihak yang bertransaksi.
“Oleh karena itu, muncul Tanda Tangan Elektronik Tersertifikasi dengan memanfaatkan teknologi Infrastruktur Kunci Publik atau IKP dengan menggunakan proses enkripsi, autentikasi, dan verifikasi identitas dan telah terbukti keamanannya,” jelasnya seraya menambahkan dengan teknologi IKP, integritasataukeutuhandokumenelektronikakanterjamin,terdapatidentitaspenandatanganandan memenuhi aspek nirsangkal.
Wamenkominfo menekankan pentingnya pengawasan terhadap Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), yang bertindak sebagai penerbit sertifikat elektronik dan penyelenggara TTE, oleh Kementerian Kominfo melalui berbagai regulasi.
“Seperti misalnya Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2022 tentang Tata Kelola Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Ini menjadi dasar bagi Kominfo dalam melakukan standarisasi operasional PsrE dan melakukan pengawasan terhadap PSrE,” tandasnya.
Menurut Wamen Nezar Patria, PSrE di Indonesia menyediakan solusi tanda tangan digital yang mudah, efisien, dan memiliki kekuatan hukum. Solusi ini bertujuan untuk menyederhanakan proses administrasi dan mencegah penipuan dalam penggunaan dokumen serta transaksi elektronik.
“Bahkan pemanfaatan teknologi AI dan sistem verifikasi identitas dengan menggunakan teknologi biometrik, liveness, dan teknologi lainnya dapat menurunkan angka sibercrime di Indonesia,” tegasnya.
Selain Wamen Nezar Patria, VIDA Executive Summit 2024 juga dihadiri oleh Niki Luhur, Founder dan Group CEO VIDA, perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, serta pembicara dari sektor industri, media, pemerintah, dan mitra VIDA.