Kekerasan Aparat Berulang Saat Unjuk Rasa Penolakan Revisi UU Pilkada
Berita

Kekerasan Aparat Berulang Saat Unjuk Rasa Penolakan Revisi UU Pilkada

Jakarta, 30-9-2024 – Kekerasan yang dilakukan aparat keamanan juga terlihat saat penolakan RUU perubahan UU Pilkada di Jakarta dan beberapa daerah pada Kamis (22 Agustus 2024). Direktur Jenderal Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pihak berwenang bertindak brutal terhadap para demonstran. Usman mengatakan tindakan brutal aparat melanggar hak asasi manusia, khususnya hak untuk berkumpul secara damai dan hak untuk hidup bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi.

“Mereka bukan penjahat, tapi warga negara yang ingin mengkritik pejabat negara dan lembaga pemerintah.
Jangan sampai mereka diperlakukan secara brutal meski melanggar hukum,” kata Usman, Kamis (8 Agustus 2024), tentang Amnesti Situs Internasional Indonesia. Amnesty International Indonesia telah memantau secara langsung protes di Jakarta, Bandung, Semarang dan Makassar. Banyak orang ditangkap di Jakarta. Setidaknya selusin orang telah ditangkap hingga Kamis sore, dan jumlahnya terus meningkat. Yang ditangkap antara lain pegawai Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Direktur Locatal.
Mereka juga terluka. Sembilan orang lainnya, termasuk mahasiswa Universitas Paramadina dan UHAMKA, juga menjadi korban kekerasan polisi. Tujuh jurnalis dari berbagai media, termasuk Tempo, IDN Times, dan MaknaTalks, juga mengalami tindakan represif yang dilakukan polisi.

Di Bandung, polisi terekam dalam video sedang mengejar, meninju, dan menginjak pengunjuk rasa. Di Semarang, sedikitnya 15 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi, antara lain Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Semarang, dan Universitas Islam Negeri Walisongo, dirawat di RS Loemani akibat tembakan gas air mata. Usman mengatakan tindakan brutal aparat merupakan bukti bahwa mereka tidak memahami bahwa setiap orang berhak melakukan protes melalui demonstrasi yang dilindungi undang-undang nasional dan internasional.

“Kecuali ada ancaman nyata, tidak perlu ada kekerasan yang berlebihan, seperti kekerasan, peluru karet, gas air mata, meriam air, pentungan, dan sebagainya. Hal ini perlu kita pertimbangkan,” kata Usman.Tindakan represif aparat saat aksi unjuk rasa penolakan amandemen UU Pilkada juga menjadi sorotan Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Contras).

X
Hubungi Kami Melalui WhatsApp